Rabu, Februari 25, 2015

(Mencoba) Mengenal Sebuah Penantian



Kepada
Engkau yang dinamai Penantian

Surat ini sengaja aku tujukan kepadamu, Tuan dari segala sabar dan pusat dari semua tegar. Engkau, yang disebut orang sebagai Penantian. Sayangnya surat ini bukan seperti surat cinta lainnya yang aku tulis. Bahkan mungkin ini lebih kepada sebuah surat tentang keingin-tahuanku semata karena belum mendapat jawab untuk setiap tanya.

Sebelum aku mengajukan pertanyaan yang sebenarnya, aku ingin tahu bagaimana kabarmu. Karena sudah lama kita tidak bertegur sapa. Apakah engkau masih setia berdiri di tempat yang sama? Masih tetap samakah keadaanmu dengan yang kulihat pertama kali? Masihkah engkau menyimpan luka?

Jangan suka menumpuk duka pun lara jika engkau tak ingin ada lubang yang nantinya akan tetap menganga.

Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan kepadamu, duhai Tuan yang mungkin kekal. Bagaimana engkau bisa menjaga setiamu? Berdiri di situ meski waktu terus berlalu? Tak kuhitung sudah berapa lama engkau tak beranjak dari posisimu, sebuah sudut ruangan yang penuh dengan berjuta kenangan. Aku begitu heran, tidakkah sekalipun terlintas di benakmu untuk pergi? Pergi, dan lari ketika ternyata apa yang kau ingini tak kunjung hadir menepati janji? Apa engkau tidak mengenal kata “berhenti”? Tidak adakah “ketidak-pastian” tertulis dalam kamusmu? Bagaimana engkau mampu tetap sabar dan berdiri tegar meski ragu tak berhenti terus mengejar dan senantiasa menghajar? Tidak sedihkah engkau dalam waktu panjang yang engkau habiskan hanya demi dia yang belum tentu datang?

Tolong berikan jawaban atas semua tanya yang aku berikan. Aku membutuhkan sebuah kejelasan; sebuah pencerahan pun pengertian. Karena tampaknya aku akan menjadi bagian dari dirimu; memasuki duniamu, wahai sebuah Penantian.

Dariku,
Seorang puan yang telah, sedang, dan akan selalu menanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar