Kepada
Engkau yang
dinamai Penantian
Surat ini
sengaja aku tujukan kepadamu, Tuan dari segala sabar dan pusat dari semua
tegar. Engkau, yang disebut orang sebagai Penantian. Sayangnya surat ini bukan
seperti surat cinta lainnya yang aku tulis. Bahkan mungkin ini lebih kepada
sebuah surat tentang keingin-tahuanku semata karena belum mendapat jawab untuk
setiap tanya.
Sebelum aku
mengajukan pertanyaan yang sebenarnya, aku ingin tahu bagaimana kabarmu. Karena
sudah lama kita tidak bertegur sapa. Apakah engkau masih setia berdiri di
tempat yang sama? Masih tetap samakah keadaanmu dengan yang kulihat pertama
kali? Masihkah engkau menyimpan luka?
Jangan suka
menumpuk duka pun lara jika engkau tak ingin ada lubang yang nantinya akan
tetap menganga.
Ada beberapa
hal yang ingin kutanyakan kepadamu, duhai Tuan yang mungkin kekal. Bagaimana
engkau bisa menjaga setiamu? Berdiri di situ meski waktu terus berlalu? Tak
kuhitung sudah berapa lama engkau tak beranjak dari posisimu, sebuah sudut
ruangan yang penuh dengan berjuta kenangan. Aku begitu heran, tidakkah
sekalipun terlintas di benakmu untuk pergi? Pergi, dan lari ketika ternyata apa
yang kau ingini tak kunjung hadir menepati janji? Apa engkau tidak mengenal
kata “berhenti”? Tidak adakah “ketidak-pastian” tertulis dalam kamusmu?
Bagaimana engkau mampu tetap sabar dan berdiri tegar meski ragu tak berhenti terus
mengejar dan senantiasa menghajar? Tidak sedihkah engkau dalam waktu panjang
yang engkau habiskan hanya demi dia yang belum tentu datang?
Tolong
berikan jawaban atas semua tanya yang aku berikan. Aku membutuhkan sebuah
kejelasan; sebuah pencerahan pun pengertian. Karena tampaknya aku akan menjadi
bagian dari dirimu; memasuki duniamu, wahai sebuah Penantian.
Dariku,
Seorang puan
yang telah, sedang, dan akan selalu menanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar