Kamis, Agustus 30, 2012

Silence

Matahari bertengger di ufuk barat, menyiratkan sinarnya jingganya pada semesta. Langit terlukis indah, semburat emas dan merah menghiasi permukaannya. Sebentar lagi senja dan berubah menjadi malam. Terlihat seorang gadis melihat pemandangan itu. Terasa pandanganya menatap begitu jauh. Entahlah, mungkin dia membayangkan sebuah kegelapan yang tetiba akan menyelimuti seluruh alam. Perlahan, namun pasti, sang Surya berjalan menuju peraduannya, membuat lazuardi semakin kelabu seolah bersedih ditinggalkannya.

Sang gadis masih tetap duduk terdiam di depan teras menikmati pergantian suasana itu. Begitu damai, begitu indah, pun terasa begitu mencekam baginya. Entah, mungkin hanya perasaannya saja atau hanya pikiran yang melintas sekilas. Prasangka buruk terus saja berkecamuk di dalam benaknya. Sudah banyak yang dia lakukan untuk menepis semua prasangkanya, namun semua terlihat sia-sia. Seolah pikiran negatif itu akan benar-benar terjadi. Dia tak kuasa menampiknya. Mereka menyerbunya seketika seperti kelam yang menjarah langit ketika matahari tak lagi terlihat.

Dia takut, setakut manusia pada kematian. Namun tenang saja, semua ini tidak ada hubungannya dengan mati. Dia hanya merasa takut akan kehilangan untuk kesekian kalinya. Klise memang.

Bukankah itu wajar? Banyak orang datang dan pergi dari kehidupanku, kan? Aku sudah sering kehilangan orang lain. Lalu untuk apa aku merasakan ketakutan ini?

Pertanyaan itu dia tujukan pada hatinya. Meski telah kehilangan orang yang pernah dekat dengannya di masa lalu, tetap saja, dia tidak pernah terbiasa dengan rasa kehilangan. Sakitnya tetap saja terasa, menusuk dalam dan menekan. Membuatnya sesak napas meski hanya mengingat saat-saat itu. Kini, dia takut rasa sakit yang sama akan menyerbu masuk ke dalam hatinya. Lagi..

"Tak adakah yang bisa meredakan ini? Aku butuh seseorang untuk membuatku tenang, setenang air yang tidak bergelombang. Aku butuh kau. Apa kau tahu itu? Aku butuh kehadiranmu. Aku diam, bukan berarti aku tidak tahu apapun. Aku diam, bukan berarti aku baik-baik saja. Di mana kamu saat ini? Aku rindu perlukmu, aku rindu belaimu. Aku rindu suaramu, lembut pun mampu debarkan jantungku. Aku rindu pandang matamu. Aku rindu kamu, Sayang. Aku diam, bukan berarti aku tak mau menghubungimu. Aku diam, menunggumu hadir dalam kesakitanku. Cepatlah datang, Sayang, atau mungkin aku akan lebih parah dari mati."
Malam semakin kelam, langit tiada berbintang. Bulan pun tak menampakkan pucat sinarnya. Mendung, seolah langit ikut merasakan ketakutannya.

Sekedar Cerita


"Terkadang semua lebih terasa mudah ketika kita tidak tahu"

Mungkin beberapa dari kalian pernah merasakan hal seperti ini, merasa semuanya akan lebih baik dan lebih mudah dijalani jika kalian tidak mengetahui terlalu banyak. Memang, terkadang mengetahui sesuatu bisa terasa menyakitkan, terutama menngetahui hal yang mungkin tidak seharusnya kita ketahui. Memang terkadang ada beberapa saat di mana sebaiknya kita tak mengerti akan hal itu karena kita tidak perlu merasakan sebuah kekecewaan atau rasa sakit yang begitu dalam.


Orang bilang truth is never that simple. Mostly, truth hurts. Seringnya mengetahui sebuah kebenaran bisa membuat kita merasa kecewa atau tersakiti. Jika mungkin tidak tersaikiti, rasa takutlah yang akan menghampiri. Rasa takut akan sesuatu yang bahkan tidak jelas itu apa. Rasa takut karena memikirkan pun membayangkan hal yang masih belum tentu benar. Namun, rasa takut itu cukup untuk membuat hati merasa tidak nyaman. Rasa takut sekecil itu bahkan cukup untuk membuat pikiran menjadi keruh.

Mungkin karena inilah, banyak orang berandai "If only I didn't see that. If only I didn't know about it, maybe it will be much easier." Namun maukah kalian hidup dalam sebuah kebohongan? Bahagia, tapi bukan bahagia yang sebenarnya karena kalian menyimpan bangkai di dalam peti.

Aku menjawab tidak. Lebih baik bagiku mengetahui yang sebenarnya dan merasa kecewa dibanding hidup tenang dan bahagia di dalam kepalsuan. Karena aku tahu, bangkai yang kita simpan pasti akan terbongkar pada akhirnya. Dan ketika saat itu tiba, lihatlah, rasa sakitnya akan lebih dalam melukai kita. Pada akhirnya, tetap rasa sakit yang akan kita rasa, kan?

Hidup itu kejam memang, kebenaran itu menyakitkan. Namun kita harus mennghadapinya. Jika kita mengetahui sebuah kebenaran dan merasa sakit, bagiku itu lebih baik. Karena jika sakit, mungkin memang harus kita lepaskan. Tapi sepertinya tidak akan semudah itu jika semuanya terjadi di dalam suatu hubungan. Karena melepaskan seseorang yang kita sayangi tidak akan mudah, memutuskan sebuah hubungan sangatlah berat dan tentunya menyakitkan. Butuh waktu agar lukanya mengering dan menutup.....

Jika memang terasa menyakitkan, mungkin memang harus kau lepaskan.......