Beberapa waktu lalu, saya sedikit terhibur dengan beberapa
komentar di jaringan sosial mengenai salah satu permasalahan yang berdasarkan
agama. Yang membuat saya merasa sangat
terhibur bukanlah permasalahan yang dibahas, yaitu mengenai pacaran, melainkan
melihat bagaimana pandangan orang-orang yang berkomentar di thread itu. Para pengomentar itu berasal
dari berbagai sistem agama (6 sistem agama yang diakui oleh negara, a.l: Islam,
Budha, Hindu, Kristen, Katholik, dan KongHu Cu) sehingga pendapat mereka pun
lantas berbeda-beda. Tidak hanya itu, pendapat dari orang yang menganut sistem agama
yang sama (dan ajaran yang seharusnya sama) bahkan memiliki pandangan yang
berbeda mengenai suatu hal. Bahkan, ada
sebagian dari mereka yang akhirnya saling menyalahkan dan saling menghujat satu
dengan lainnya.
Mengetahui hal tersebut, saya jadi berpikir, mengapa
bisa orang yang diakui beragama dan percaya kepada Tuhan malah tidak bisa
saling menghargai satu sama lainnya? Terutama mereka yang notabene dari sistem
keagamaan yang sama pun masih bisa saling menghujat. Bagaimana bila mereka
berinteraksi dengan orang dari sistem agama yang lain? Di mana toleransi yang
selama ini diajarkan di dalam ajaran agama itu sendiri atau bahkan yang telah
ditanamkan sejak dini melalui pelajaran Budi Pekerti di dalam silabus
pendidikan nasional? Mengapa ketika berurusan dengan agama, logika seolah
terkalahkan?
Mungkin pertanyaan-pertanyaan di atas sempat terlintas
di benak Anda juga. Yang saya sesalkan adalah manusia yang dikatakan sebagai
makhluk sempurna lengkap dengan alat berpikirnya malah tidak bisa berpikir
rasional untuk saling menghargai dan bertoleransi. Tidak sedikit pula yang
tidak berpikir lebih lanjut mengenai aturan-aturan agama yang di’paksa’kan
kepada mereka. Bahkan sebagian dari mereka pun rela melakukan tindakan yang
merugikan orang lain maupun negara mereka sendiri hanya karena hasutan dari
suatu aliran agama tertentu. Mereka bahkan membunuh orang dari sistem agama
lain (yang bahkan agamanya pun diakui dan harusnya dilindungi oleh negara)
hanya karena orang tersebut memiliki kepercayaan yang berbeda. Mereka
menganggap orang dengan sistem agama berbeda adalah orang yang tidak pantas
dihormati dan pantas untuk mati. Benarkah logika telah mati ketika bertemu
dengan agama? Tidak bisa kah perbedaan kepercayaan ini menjadi suatu pembeda
pun juga pengikat di saat yang bersamaan?
Jika kita mau diam sejenak untuk berpikir, sebenarnya
akan kita temukan kesamaan dari tiap-tiap sistem agama yang ada. Pertama, tiap
agama mengakui Tuhan sebagaimana yang tertera dalam dasar negara: Ketuhanan
Yang Maha Esa. Jika negara telah mengakui beberapa sistem agama, maka
sebenarnya semua sistem itu di’asumsi’kan sama dalam hal mempercayai Tuhan yang
Esa. Maka, untuk apa kita membeda-bedakan?
Kesamaan yang kedua adalah pada dasar kepercayaan itu
sendiri. Agama berasal dari bahasa Sansekerta yang tediri atas a- (=tidak) dan
–gama (=kacau). Maka, secara terminologis, agama berarti tidak ada kekacauan
atau dengan kata lain adanya sebuah keteraturan. Sebuah aturan dibuat untuk
menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Aturan juga berfungsi
untuk mengubah sesuatu dari buruk menjadi baik. Maka dari itu, setiap agama
nampaknya berdasar pada sesuatu yang sama yaitu kepercayaan untuk berubah
menjadi lebih baik dengan mengajarkan yang baik. Contohnya, tidak peduli apapun
sistem agama yang kita anut, pasti akan ada peraturan yang menyatakan bahwa
mencuri itu tidak diijinkan oleh Tuhan manapun. Maka apa yang sebenarnya
berbeda dari agama satu dan yang lainnya? Mungkin hanya sebatas kitab.
Dari analisis sederhana di atas, tidak pantas jika
kita menyatakan satu agama itu salah karena pada dasarnya semua agama memiliki
dasar kepercayaan dan ajaran yang sama, yaitu kebaikan. Jika kita menganggap
salah satu agama salah, maka ajaran agama kita pun juga salah. Lalu, apa yang
sebenarnya kita bela dan anggap benar selama ini? Tidak ada. Memang, tidak ada
salahnya kita menganggap agama kita lah yang paling baik karena itulah kita
memilihnya. Namun, jika kita berhak berargumen seperti itu, maka orang lain pun
berhak mengatakan agama merekalah yang terbaik karena mereka mempercayainya.
Lalu, apakah tidak bisa kita menerima dan tetap berjalan bersama-sama di dalam
suatu harmoni? Buat apa memperumit keadaan dengan mengatakan orang lain kafir
dan akan masuk neraka jika sebenarnya kita juga dianggap sama oleh mereka?
Selain itu, kita masih tidak tahu benar mengenai hukuman yang akan diberikan
Tuhan setelah kita mati (neraka dan surga). Benarkah semua itu ada, ataukah
hanya sebuah hiperbola yang menakutkan agar kita patuh terhadap suatu ajaran
sekaligus sebuah hiperbola yang menggiurkan agar kita mau berbuat sesuai
aturan?
Agama yang bertujuan memperbaiki yang buruk dan mengatur yang tidak tertata serta mengajarkan akan toleransi terhadap semua umat manusia seolah terlihat berbelok akhir-akhir ini. Semua dikarenakan oknum yang membuat agama hanya sebagai ikatan yang mengekang seseorang tanpa memiliki hak yang cukup untuk bertanya. Orang-orang ini terlihat mengerti akan agamanya, namun ketika tiba pada hal "mengapa harus begitu?" banyak dari mereka yang bahkan tidak tahu untuk apa mereka melakukan semua aturan itu. Bukan hanya itu, agama saat ini terlihat begitu dipolitisir dan dimanfaatkan oleh kaum-kaum oportunis untuk mencapai keinginan mereka semata. Lalu, agama seperti apa yang kau pegang saat ini? Mengapa agama yang baik itu seolah telah kehilangan sinarnya dalam mengajarkan kebaikan? Di bagian mana yang salah sehingga ajaran yang baik tidak lagi terlihat berhasil mengajarkan kebaikan.
Pun dengan ajaran Budi Pekerti yang harusnya berhasil
menanamkan rasa saling menghargai antar umat beragama telah gagal memenuhi
tugas dan tujuannya. Semua yang diajarkan untuk selalu bersikap baik dalam
kehidupan sosial dan berpikir logis ketika berinteraksi dengan orang lain juga
gagal diterapkan. Semua ajaran itu bahkan dikalahkan oleh ajaran agama yang
sayangnya telah dibelokkan dan disalah-artikan oleh berbagai pihak. Toleransi
yang diharapkan untuk terwujud karena Indonesia adalah negara yang mengakui
agama-agama yang berbeda tidak dapat diraih.
diambil dari tugas Filsafat Ilmu Budaya (milik saya)
tulisanmu,,intine opo?koyok wong liberalis ngene :/
BalasHapushttp://buletin.muslim.or.id/aqidah/penyakit-%E2%80%98semua-agama-sama%E2%80%99
BalasHapus