Membaca judul post ini mungkin membuat kalian sedikit merasa
penasaran. Mengapa post sebelumnya harus didiskusikan. Terlebih lagi, mengapa blog ini jadi membahas hal-hal yang berat??? :)
Sebenarnya post ini hanya akan sedikit menjelaskan mengenai post sebelumnya yang berkaitan dengan tugas kuliahku (yang belum sempat baca, lihat posting sebelumnya). Aku tak begitu mengira bahwa tugas kuliah yang aku kerjakan (dan aku coba publikasikan di blog ini) mengundang kontroversi. Memang, nampaknya berbicara mengenai agama dan toleransi sosial pada waktu-waktu ini adalah hal yang cukup sensitif. Post mengenai agama itu adalah sebuah tugas akhir dari mata kuliah filsafat yang telah kutempuh.
Sebenarnya post ini hanya akan sedikit menjelaskan mengenai post sebelumnya yang berkaitan dengan tugas kuliahku (yang belum sempat baca, lihat posting sebelumnya). Aku tak begitu mengira bahwa tugas kuliah yang aku kerjakan (dan aku coba publikasikan di blog ini) mengundang kontroversi. Memang, nampaknya berbicara mengenai agama dan toleransi sosial pada waktu-waktu ini adalah hal yang cukup sensitif. Post mengenai agama itu adalah sebuah tugas akhir dari mata kuliah filsafat yang telah kutempuh.
Sekilas tentang mata kuliah ini, pada dasarnya, mata kuliah filsafat
mengajarkanku untuk mempertanyakan banyak hal, terutama hal-hal mendasar dalam
kehidupan manusia. Tak melulu hal yang sangat menyulitkan, hal yang sepele pun
perlu dipertanyakan karena untuk itulah kita dianugerahi komponen yang begitu
canggih bernama otak, untuk memikirkan ‘the underlying reasons of many things’.
Aku cukup menikmati mata kuliah ini karena aku diajarkan untuk memiliki waktu
mempertanyakan sesuatu sebelum memberikan nilai terhadap hal itu. Bagiku mata
kuliah ini seolah penghapus prejudice atau anggapan-anggap buruk lainnya
terhadap sesuatu bahkan sebelum kita mencari kebenarannya.
Maka dari itu, sebelumnya, aku ingin meminta kalian untuk
sejenak menyingkirkan semua prejudice yang kalian punya mengenai banyak hal,
terutama mengenai sistem agama tertentu. Cobalah berpikir netral meski hanya
sejenak dan aku harap kalian mampu mengikuti alur pembicaraan dalam tugas yang
aku kerjakan.
Bagi kalian yang telah meluangkan waktu untuk sejenak
membaca tugasku, sebelumnya aku hanya ingin mengatakan bahwa tugas itu
merupakan pemikiranku akan suatu hal yang aku anggap aneh, dalam hal ini adalah
sistem agama yang aku anggap semakin tidak karuan dikarenakan oknum-oknumnya.
Aku tidak bermaksud menyinggung salah satu agama atau bahkan merendahkan nama
Tuhan Yang Maha Esa serta maha segalanya karena aku juga beragama dan percaya
akan keagungan Tuhan. Hanya saja, mungkin aku merasa kurang puas akan sikap
orang-orang yang mengaku beragama dan menjunjung tinggi nama Tuhan serta
menunjukkan bahwa mereka beriman, namun nyatanya mereka masih berlaku merugikan
orang lain dan justru memunculkan kekacauan di tengah-tengah kehidupan sosial.
Untuk itulah, aku mempertanyakan banyak hal, termasuk
mengapa kita tak bisa hidup berdampingan saja tanpa menyalahkan salah satu
pihak? Bukankah beragama itu hak tiap orang? Bukan aku mempermasalahkan mana
agama yang paling benar karena tiap orang pasti menganggap agamanyalah yang
benar dan semua tidak akan terselesaikan dengan seperti itu. Toleransi tetap
tak akan terwujud dengan ‘pengakuan kebenaran’ karena perdebatan tetap akan
ada. Aku di sini lebih mempertanyakan tentang ‘agama yang dipercaya mengatur
dan mengajarkan kebaikan mengapa seolah tak mampu mengajarkan orang-orangnya
untuk saling menghargai?’ di mana kah keteraturan yang diharapkan oleh agama
itu sendiri? Dan apakah kita bisa dengan mudahnya bersembunyi di balik nama agama
setelah kita melakukan sesuatu? Bukankah itu terkesan begitu tak bertanggung
jawab?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul bergantian di dalam
benakku. Di mana toleransi yang selama ini diajarkan melalui agama yang aku
percayai? Bukankah nabiku, penyebar agamaku, sosok yang dimuliakan mengajarkan
untuk bertoleransi dengan semua orang dari agama manapun? Namun, mengapa ajaran yang notabene berasal
dari satu nabi yang sama, dapat dipraktikkan secara berbeda dan pada akhirnya
hanya berbuah menyalahkan orang di luar sistem agamaku? Tidak bisakah hanya
berhenti dalam tahap “Baiklah, aku percaya agamaku yang paling baik dan benar
bagiku. Tapi jika kau tetap ingin beribadah menurut apa yang kau percayai,
silahkan saja. Tidak akan kubunuh kau hanya karena tidak sealiran denganku.”
Bukankah dalam kitab pun diajarkan, untukkulah agamaku dan untukmulah agamamu?
Hanya masalah toleransi lah yang aku permasalahkan karena
aku percaya, sang pencipta itu satu, Tuhanku satu, namun dengan berbagai nama.
Sebuah entitas yang Esa, namun dengan berbagai sebutan. Semua yang menyebabkan
munculnya ‘perbedaan’ akan konsep Tuhan hanyalah image yang dibuat oleh manusia
dikarenakan mereka ingin mengerti Tuhan mereka. Mereka ingin mengenali Tuhan
mereka, untuk itulah mereka tanpa sadar membuat image yang mereka anggap
sebagai gambaran Tuhan yang sayangnya menyebabkan berbeloknya suatu kepercayaan. Pembuatan image
ini terjadi karena keterbatasan manusia untuk benar-benar mengerti sosok Tuhan
yang ada, namun sekaligus tidak ada, yang begitu sempurna dan begitu kuat.
Manusia tidak mampu menggambarkan Tuhan dalam sosok yang mereka tidak tahu,
namun di satu sisi, mereka merasa memerlukan penggambaran itu untuk merasa
lebih dekat dengan Tuhannya. Maka, mereka berusaha mewujudkan itu dalam image
manusia (yang notabene makhluk sempurna) dengan kekuatan super, karena manusia
tidak mampu menggambarkan sosok yang lebih sempurna dibanding manusia since
they only know that human is the perfect creatures compared to un-living
things, plants, and animals.
Mungkin ini yang bisa aku sampaikan. Bukan aku bermaksud
meletakkan salah satu sistem agama di atas yang lain. Aku hanya ingin melihat
kesejajaran mereka sehingga kita pun bisa hidup bersisian tanpa harus
berselisih. Bukan aku bermaksud pula menyalahkan pihak-pihak tertentu karena
aku sadar, ilmu agamaku pun tak setinggi yang kalian pikir, malah ilmu agamaku
masih sangat terbatas. Aku hanya ingin mempertanyakan beberapa hal itu saja
sembari berusaha perlahan mencari jawaban atas pertanyaan itu.
Semoga ini bisa sedikit memunculkan pengertian akan pemahaman jalan pikiranku dalam post sebelumnya.