Setelah puas menikmati kota Blitar (baca postingan sebelumnya), kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama, Trenggalek.
Kami tiba di Trenggalek sekitar pukul 15.00 dan berhenti di rumah salah satu teman kami yang akan menjadi tempat tinggal kami selama tiga hari ke depan. *Terima kasih kepada teman kami yang sudah merelakan rumahnya diporakporandakan :)
Ketika tiba di sana, kami langsung dihadapkan pada makanan, camilan, serta godaan untuk memecah degan atau kelapa muda yang baru saja diambil dari kebun sendiri. Hmmm, nikmatnya.
Trenggalek tidak sepanas yang aku kira karena mungkin daerah ini juga masih dikelilingi oleh gunung. Pada siang hari lumayan terik, namun tidak terlalu membuat berkeringat, sedangkan pada malam hari, anginnya cukup kencang untuk membuatku merapatkan jaket ataupun selimut.
Tak lama setelah meneguk air degan, kami memutuskan untuk pergi berenang (kebetulan rumah teman kami dekat dengan kolam renang). Yay, lama tidak berenang akhirnya aku bisa berenang lagi untuk meregangkan otot-otot yang kaku setelah perjalanan panjang Malang-Blitar-Trenggalek.
Hari pertama di Trenggalek tidak terlalu sibuk karena memang kami tujukan untuk istirahat. Mempersiapkan kondisi fisik untuk perjalanan esok hari ke Gua Lowo dan Pantai Karanggongso.
Hari kedua, perjalanan pun dimulai. Jam 08.00 kami berangkat, tentunya setelah semua sarapan dan menyiapkan barang bawaan masing-masing. Jadwal hari ini adalah pergi ke Gua Lowo yang akan dilanjutkan dengan Pantai Karanggongso (keduanya satu arah).
Banyak dari kami, terutama kaum perempuan, yang kurang menyukai gua. Mereka takut akan gelap mungkin, atau merasa tidak aman saja. Siapa tahu tiba-tiba gua itu longsor dan kami tidak bisa keluar lagi (naudzubillah). Gua Lowo itu panjangnya 800m, itu pun yang sudah mudah aksesnya, yang memang ditujukan untuk pengunjung. Selebihnya, masih dalam lagi, namun aksesnya susah. Harus yang berpengalaman yang boleh masuk. Jalan masuk dan keluar gua hanya ada satu, sehingga kita harus putar balik untuk kembali ke mulut gua. Lumayan menarik.
Dinding-dinding gua terkikis oleh air sehingga berbentuk seperti salur-salur, bahkan ada yang seperti kelambu. Sayangnya, kameraku tidak maksimal dalam mengabadikan gambar di tengah kegelapan. Tidak ada stalaktit ataupun stalakmit yang dekat dengan kepala kami, tidak seperti di Gua Gong. Setengah perjalanan, akan terdengar suara cicitan dan kepakan sayap di atap gua, itu adalah sarang kelelawar atau dalam bahasa Jawa disebut Lowo. Itulah mengapa gua ini disebut dengan Gua Lowo. Seperti pada sarang umumnya, pasti akan terdapat bau-bauan yang menusuk hidung, di dalam gua ini pun begitu. Bau itu berasal dari guano atau kotoran kelelawar, tapi menurutku, bau itu masih dalam tahap wajar. Tidak sampai membuat orang pusing atau bahkan pingsan.
Di salah satu dinding gua pun terdapat sumber atau mata air yang dipercaya orang sebagai mata air awet muda. Entah itu benar atau tidak aku tidak tahu. Selain itu, terdapat bebatuan yang terkikis air atu termakan cuaca, sehingga bisa berbentuk seperti kura-kura raksasa (di luar gua) dan singa. Setelah berjalan ke dalam, kami memutar untuk keluar gua. Rasanya seolah kembali ke peradaban saat melihat cahaya terang. Gua itu terdapat di bawah, sehingga untuk kembali ke permukaan, kami harus melewati tangga yang ternyata cukup menyaingi tangga Borobudur. Hahaha, pagi-pagi sudah olahraga. Over all, gua ini cukup menarik untuk dikunjungi.
Setelah berolah raga ria, kami lanjut ke pantai Karanggongso, sekitar 1 jam dari Gua Lowo. Jalan menuju pantai seperti jalan menuju pegunungan, menanjak dan berkelok-kelok (ini sebenernya mau ke pantai apa gunung?). Pemandangan yang ditawarkan cukup menyegarkan mata karena di kanan kiri jalan terdapat hutan-hutan kecil yang penuh dengan pepohonan hijau.
Setelah melihat pepohonan, akhirnya kami melihat hamparan pasir putih dan air biru. ya, Pantai. Kami tiba di pantai. It is a beautiful
Di sana, kami sangat menikmati pemandangan pantai dengan bukit-bukit atau pulau yang ada di sekeliling serta di tengahnya. Langit pun cerah. Sebuah lukisan yang sempurna di kanvas bernama dunia. Kami berenang, bermain ombak, berfoto (paling banyak dilakukan), makan ikan bakar, dan banyak lagi. It seemed that we were forgetting our miseries. Life seemed so simple and happy. Banyak senyum dan tawa yang kami tinggalkan di sana. Kesedihan pun sirna sudah. Memang liburan seperti ini terkadang sangatlah dibutuhkan untuk sekadar meringankan beban pikiran.
Puas menikmati pantai, kami pun kembali ke tempat peristirahatan dan memang langsung beristirahat. Seolah tak sanggup beraktivitas lagi :P
*nantikan episode terakhir dari Tour 3 kota ini :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar