Kutolehkan wajahku, memandang sekeliling kamarku. Gelap. Hanya remang cahaya layar laptopku satu-satunya sumber sinar di kamar ini. Ya, memang lampu aku matikan semenjak aku masuk ke dalam kamar ini beberapa saat yang lalu. Seolah aku ingin terjebak dalam kegelapan yang mendalam. Pikiranku melayang, melintasi waktu, memutar kembali memori-memori masa lalu. Biasanya jika dalam keadaan seperti ini aku akan memilih untuk menulis. Selama ini menulis selalu bisa menenangkan pikiran dan sedikit melegakan perasaanku karena dengan menulis, aku bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan bahkan menceritakan masalah-masalah yang serasa menghimpitku.
Hhhh, kutarik nafas dan kuhembuskannya keras. Cinta memang membuat orang berubah, bahkan sampai 180 derajat. Cinta membuat orang menjadi cengeng dan super melankolis. Yah, setidaknya itulah yang terjadi padaku. Aku yang dulu jarang menangis, apalagi untuk seorang lelaki, kini jadi sering meneteskan air mata untuk hal-hal sepele. Mungkin benar kata orang, di dalam cinta selalu ada air mata.
Ini semua berawal dari mengenal dia, seorang laki-laki periang dan penuh tawa. Bersamanya aku tenang, bersamanya aku merasa senang, pun bahagia. Hari-hariku penuh dengan canda dan tawa. Dia mewarnai hariku yang sebelumnya terasa abu-abu, monoton. Tak perlu waktu lama untuk dekat dengannya karena dia orang yang menyenangkan dan mudah membuatku nyaman. Perasaanku kala itu layaknya petualang yang menemukan tempat baru yang indah, seolah aku telah sangat lama mengenal dirinya. Seolah aku menemukan sesuatu yang selama ini aku cari.
Aku terlanjur mengharap banyak. Aku terlanjur membiarkan hatiku melambung tinggi, berharap semua ini akan abadi. Namun ternyata tak ada satu pun di dunia ini yang akan abadi, termasuk kebersamaan ini. Semua hanyalah sementara. Dia hanya berhenti sejenak di duniaku sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya mencari dunia yang baru, hati yang baru. Sedangkan aku, aku telah terlanjur membuka hatiku, membiarkannya masuk terlalu dalam, dan akhirnya menghancurkannya. Aku porak poranda. Ingin aku membencinya, namun kata orang, cinta tak bisa berujung benci.
Hhhh, kuhembuskan nafasku lagi. Semua kini telah usai, kisahku denganmu. Kini yang ada hanyalah kisahmu yang baru, entah bersama siapa. Aku sudah berjanji pada diriku hanya akan melihatmu dari jauh. Dan inilah yang aku lakukan sekarang, memandang duniamu dari duniaku tanpa menghentikan langkahku untuk tidak menantimu kembali. Melihatmu dari kejauhan tanpa terlibat terlalu dalam dengan hidupmu. Menjadi seorang figuran di dalam drama kehidupanmu.
Pikiranku kembali ke alam nyata dan mulai kuketikkan kata demi kata. Sebuah cerita pun mengalir indah, menari-nari dalam layar laptopku.
Ini hanyalah sebuah cerita. Penggalan kisah dalam kehidupan kita. Mungkin telah lama kau lupakan atau kau kubur dalam di dasar hatimu. Aku hanya ingin mengungkapkan, mungkin mengingatkanmu sedikit akan kisah kita. Kau pasti tahu, tidak ada manusia yang ingin dilupakan dan dihapus dari ingatan.
Kala itu, aku melihat kau tersenyum, bercanda tawa dengan kawanmu. Aku terpesona oleh senyummu. Raut bahagia itu, tawa itu. Tak dapat kuenyahkan bayangmu sejak itu. Dan kita bertemu kembali, kita pun saling mengetahui. Mengenal satu sama lain dan perlahan mencoba untuk mengerti. Sang Waktu bergerak mengiringi kisah ini. Dan akhirnya berhenti karena ternyata kita telah berdiri di akhir episode tentang kita. Sepenggal kisah tentang kita telah usai.
Penggalan kisah ini mungkin telah kau lupa pun terkubur di dasar benakmu. Terkubur oelh penggalan kisahmu yang baru dengan hati yang baru. Namun, tak begitu bagiku. Ia tetap ada di sana, meski aku telah memutuskan untuk melaju. Sepenggal kisah tentang kita kutuliskan untukmu karena aku tak ingin terhapuskan dari ingatanmu.
-Sepenggal kisah untuk Dia-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar