Rabu, September 26, 2012

Sedikit Lagi Waktu

“Kenapa kamu selalu memaksakan kehendakmu? Tidak bisakah kamu mendengar pendapatku?” teriak seorang pria kepada wanitanya.
“Ingat, selama ini aku sudah sering menurutimu dan mengalah. Tidak ingatkah kamu ketika kamu lebih memilih menonton bola bersama teman-temanmu dibanding menemaniku sendirian di rumah?” timpal wanita itu.
“Bukankah aku sudah menjelaskan tentang itu? Sudah pernah kita bahas kan sebelumnya? Kenapa dibahas lagi?”
“Ah, sudahlah. Aku lelah. Terserah kamu saja,” akhirnya wanita itu pun menyerah dan melangkah pergi dengan air mata yang sedari tadi disembunyikannya.
-Right in the thick of love, At times we get sick of love. It seems like we argue everyday-

***
Bukan kali ini kami bertengkar. Ini sudah kesekian kalinya semenjak dua tahun yang lalu kami menikah. Orang bilang adu argumen itu hal biasa, terlebih lagi usia pernikahan kami masih seumur jagung. Kami masih sama-sama egois, masih sama-sama ingin menang sendiri.

Aku bertemu suamiku tiga tahun yang lalu. Dan di pertemuan pertama kami, dia sudah mampu mencuri cintaku. Kala itu, dia selalu mampu membuat hari yang biasa menjadi luar biasa. Seolah keindahan semesta terkalahkan oleh keindahan cinta dua orang manusia yang dimabuk asmara. Memang ketika jatuh cinta semua menjadi indah, bahkan ada cerita tai kucing pun berasa coklat. Semua seolah akan baik-baik saja.

Cerita tentang masa depan pun mengalir sempurna. Bagaimana kau ingin memiliki rumah di suatu kota yang sejuk. Betapa aku ingin menghiasinya dengan taman yang penuh bunga. Betapa kita ingin mewujudkan kebersamaan kita. Namun, lihatlah kini, dua tahun sudah sejak ijab perjanjian nikah yang kau ucapkan dan kita masih butuh lebih banyak belajar menerima semua kekurangan.

--I know I misbehaved. And you made your mistakes. And we both still got room left to grow--

Sudah dua hari berlalu sejak argumen kita yang lalu. Dan sudah dua hari ini aku singgah di rumah orang tuaku. Begitulah aku, masih kekanak-kanakan. Selalu mencari jalan pulang ketika kami memiliki masalah yang belum terselesaikan. Tahukah kamu, Sayang? Di dalam sendiriku ini, aku selalu memikirkanmu. Tak kuingkari khawatirku selalu menyerbu. Sudah makan kah kamu? Bagaimana tidurmu semalam tadi? Tapi egoku masih tidak mau mengalah. Aku pun terlalu malu untuk menghubungimu.

***
Fajar menyingsing. Dia muncul dari peraduannya semalam. Sinarnya menghangatkan bumi dan seisinya.  Kulihat layar handphoneku. Sebuah pesan baru masuk di nomorku. Sebuah pesan dari nomor yang aku kenal dan selalu aku hafal sejak tiga tahun lalu.

From: +62812***

Sayang, pulanglah. Aku merindumu. Sepi rumah kita tanpa ada kamu di dalamnya.
Salam rindu, suamimu.

Sebuah pesan singkat yang mampu meluluh-lantakkan semua egoku. Sebuah pesan singkat yang menghangatkan hatiku, mengalahkan hangatnya mentari pagi ini. Dan aku pun tak sanggup lagi untuk tidak membalas pesan itu.

To: +62812***

Jemput aku. Aku merindumu.
Salam sayang, istri yang memikirkanmu.

Tak lama setelah kukirimkan pesan singkat itu, terdengar deru mobil di depan rumah orang tuaku. Ternyata, dia langsung menjemputku begitu menerima pesanku. Dia, suami yang aku cintai. Aku sambut  pria pujaanku itu di depan rumah. Kupasangkan senyum terindah yang aku punya.

Tersenyum pula ia sembari memelukku hangat. Sebuah pelukan yang biasa dia berikan ketika kami bersama dan tak terasa aku begitu merindukan pelukan ini. “Maafkan aku, Sayang. Jangan pergi lagi, ayo kita selesaikan semuanya dengan baik-baik,” dia berucap dan mengecup keningku hangat.

“Iya, aku minta maaf untuk keegoisanku kemarin, Sayang. Maaf sudah terlalu keras kepala.”
“Pun aku begitu. Kita benahi semuanya perlahan-lahan. Memang mungkin kita membutuhkan sedikit lagi waktu. Aku yakin kita bisa melaluinya bersama. Aku yakin.”

--And though love sometimes hurts..I still put you first..And we'll make this thing work..But I think we should take it slow--

Ya, mungkin kami memang masih butuh sedikit waktu. Sedikit lagi waktu untuk belajar saling memahami, belajar mengalah dan mengerti. Sedikit lagi waktu untuk tumbuh. Mungkin akan ada lagi adu argumen yang berikutnya, namun di situlah kami belajar berkembang. Mungkin akan ada lagi saat-saat aku melangkah keluar dari pintu rumah itu, namun bukan berarti aku menyerah dan meninggalkan pergi. Mungkin akan ada lagi saat-saat di mana dia harus menjemputku pulang, dan di sinilah kami akan berjuang. Ya, sedikit lagi waktu, tidak perlu terburu-buru.

Take it slow
Maybe we'll live and learn
Maybe we'll crash and burn
Maybe you'll stay, maybe you'll leave,
maybe you'll return
Maybe another fight
Maybe we won't survive
But maybe we'll grow
We never know baby youuuu and I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar