Rabu, September 12, 2012

Parting


Well I wonder could it be
When I was dreaming ‘bout you baby
You were dreaming of me
Call me crazy, call me blind
to still be suffering is stupid after all of this time

Sebuah lagu terdengar dari kejauhan memecah keheningan di antara kita. Kita yang tidak tahu harus berkata apa. Kita yang mungkin mulai hari esok hanya akan terdiri dari hanya aku atau hanya kamu, bukan lagi ada aku dan ada kamu. Kita yang mungkin tidak akan bisa bersama lagi tepat sehari setelah hari ulang tahunku.

“Haha, pas banget ya lagunya. Seolah semua orang tahu tentang kisah kita saat ini,” kataku sambil tertawa. Tawaku garing dan tidak bernyawa.

“Nggak bisa ya, yang diputer itu lagu lain, bukan yang ini? Bikin suasana tambah suram aja,” ungkapmu sedikit sebal dan mungkin merasa bersalah.

“Did I lose my love to someone better? And does she love you like I do. I do, you know I really really do,” gumamku menirukan lantunan lagu itu.

Kamu hanya diam tanpa kata melihat tingkahku yang seperti itu. Mungkin kamu berpikir aku masih sangat kekanak-kanakan. Tapi, bisa saja kamu membiarkanku seperti itu untuk sedikit menghilangkan rasa bersalahmu. Atau mungkin kamu membiarkanku karena kamu tahu, dengan cara itulah aku bisa mengurangi rasa sakit hatiku. Mungkin lebih tepatnya rasa kecewa yang mendalam. Tak sengaja ekor mataku menangkap pandanganmu padaku. Entah apa arti dari pandanganmu itu, tapi aku merasakan segurat kesedihan dan kekecewaan. Mungkin kamu juga terluka. Harusnya kamu terluka karena jika tidak, jika hanya aku yang merasakan luka ini, betapa menyedihkannya aku.

“Jadi, ini terakhir kalinya kita makan bersama?” tanyaku padamu.

“Sepertinya begitu. Ini kencan kita yang terakhir,” jawabmu lemah. Tiba-tiba kamu menghembuskan napas cukup keras. Entah, itu artinya apa.

“Jangan mengatakan kencan yang terakhir. Sangat menyakitkan mendengarkannya karena berakhir dengan sebuah ironi.” Aku berusaha sekuat tenagaku untuk menahan air mata yang mendesak keluar. Aku tidak ingin menangis, setidaknya tidak di hadapanmu. Aku tidak ingin terlihat lemah sehingga membuatmu mengasihaniku.

“Maaf,” hanya sebuah kata itu yang meluncur dari bibirmu.

“Sudah, kamu nggak perlu minta maaf lagi. Kita kan sudah janji untuk bisa menerima apapun keputusan hari ini. Selain itu, kamu sudah ada dia yang menunggumu. Dia lebih membutuhkannya daripada aku. Aku masih sanggup menjalani hidupku sendiri, sambil menunggu orang yang mau menerimaku lagi,” aku tersenyum, tapi sangat terpaksa. Sekali lagi, kamu hanya diam. Aku yakin bahwa kamu tahu seberapa terlukanya aku. Aku yakin bahwa kamu sangat mengerti sebuah kata maaf saja tidak akan bisa mengubah sebuah perpisahan.

“Ya, aku sudah memilikinya,” katamu lebih untuk meyakinkan dirimu sendiri. “Terima kasih atas kehadiranmu selama ini. Nggak ada yang bisa menggantikan posisimu di dalam sini,” kau menunjuk dada sebelah kiri, tempat sebuah hati yang pernah aku miliki. “Sebenarnya sangat sulit melepaskanmu karena selama ini, secara tidak sadar kamu telah menjadi standar di dalam hidupku. Kamu telah mengisinya dengan perasaanmu. Tapi, entah mengapa seolah semesta terlalu cemburu jika aku memilikimu seutuhnya. Karena itulah, mereka bersekongkol memisahkan kita. Aku sayang kamu. Tapi kita sama-sama tahu bahwa ini tidak mungkin berlanjut”

Aku setuju dengan kalimat terakhirmu. Kita masih saling menyayangi tapi kita juga sama-sama tahu bahwa kita memiliki orang yang sudah menunggu kita dengan harapan-harapannya.

“ Iya. Aku permisi sebentar. Urusan wanita,” candaku sambil memberikan cengiran khas ku. Kamu hanya tersenyum menanggapinya dan kemudian mengangguk.

Tak lama aku kembali ke dekatmu. “Ayo,” ajakku.

Aku tak ingin terlihat menyedihkan di hadapanmu, tapi aku tahu kalau aku tidak bisa menipumu. Kamu selalu tahu bagaimana keadaanku. Perlahan tapi pasti kamu meraih telapak tanganku dan menggenggamnya erat. Kau menarikku mendekat dan merangkulku, melakukan kebiasaanmu selama ini. Lucu, kita tahu kita harus berpisah, tapi tangan kita masih akan saling terpaut seperti ini. Entah sampai berapa lama, mungkin ini yang terakhir kalinya setelah aku tahu kau dijodohkan dengan dia.

And we were letting go of something special
Something we’ll never have again
I know, I guess I really really know
The day you went away-M2M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar