15 Mei...
Hari yang berarti. Bukan, bukan berarti untukku, namun untuk seseorang yang berharga. Yah, setidaknya untuk saat ini.
Dia orang yang aku sayang sekaligus orang yang aku benci. Hahaha, mungkin kau berpikir aku aneh, namun begitulah adanya. Dia pernah menyakitiku, kecewakan hatiku.
Aku tahu dia adalah magnet masalah bagiku, namun secara sadar aku mendekatinya. Orang ini bodoh, mungkin begitu pikirmu. Well, sepertinya aku harus setuju denganmu karena aku memang merasa bodoh dalam hal ini. Logikaku berkata untuk hentikan langkah, namun seolah efektor ku tak mampu meresponnya. Aku tak tahu caranya hentikan langkah, atau mungkin lebih tepatnya tak bisa.
Anyway, it's not a matter about who 'dia' is, so let us go back to the main topic.
Hari itu, hari peringatan akan kelahirannya. Aku masih mengingatnya, dengan baik malah. Aku ingin menjadikan hari itu hari bahagianya meski mungkin bukan aku yang diinginkannya. Sebuah kejutan kecil pun kuberikan padanya. Tak kusangka, begitu bahagianya raut wajahnya. Ataukah itu hanya imajiku yang berlebihan saja? Entah. Kuharap memang benar bahagia yang ia rasakan.
Hari itu berjalan dengan baik dan menjadi hari yang indah, setidaknya menurutku. Aku merasakan bahagia, bisa bersama, seperti dulu. Bersenda gurau, berbagi cerita, seolah tak pernah saling terluka. Aku seolah menemukan hal yang telah lama aku tunggu.
Siang pun berubah malam, terang tergeserkan oleh gelap. Perlahan, kenyataan mulai menghampiri aku. Semua ini akan segera usai, ya, usai dengan berakhirnya hari ini. Kecewa telah merenggut bahagiaku, namun tak kutampakkan dalam raut wajahku. Tak ingin aku merusak suasana, sebagaimana aku tak inginkan hari ini untuk usai. Bahagiaku perlahan menjauh, tergantikan oleh kenyataan yang menamparku dalam kesadaran. Kesadaran bahwa semuanya hanya sementara, kesadaran bahwa aku tak boleh terlalu berharap.
Apakah kau tahu bahwa sikapmu telah memberikan udara baru bagi tunas yang dulu layu dan hampir mati terinjak.
Sekarang, aku harus bagaimana? Tunas itu menampakkan hjau daunnya lagi. Haruskah aku memupuknya dengan harapan-harapan itu, yang aku takut hanyalah harapan semu. Ataukah kumatikan saja ia dengan mencabut sampai ke akarnya?
Hanya satu yang aku tahu, bahwa aku tak diperbolehkan untuk mengharap terlalu jauh, terbang terlalu tinggi karena aku akan mati saat aku harus terjatuh nanti. Mungkin kini aku hanya akan membiarkannya seperti ini. Menjadi hari yang indah, meski berakhir dengan kecewa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar