Minggu, April 17, 2011

Cerita Sebuah Hati

"Jika kau ingin pergi,
pergilah...
Aku tak bisa mengikat hatimu di sini
karena aku hanya memegang bayangmu selama ini,
bukan dirimu yang asli.
Pergilah.
Mungkin aku akan tetap begini,
menanti saat yang indah nanti."

Aku terbangun dari tidurku. Kulihat jam yang tertera di layar handphone ku. Masih pukul 3 dini hari. Fiuuuhhh, mimpi yang sama lagi, batinku. Mimpi yang menyakitkan dan menakutkan. Sudah beberapa hari belakangan ini aku memimpikan hal yang sama di jam yang sama. Entahlah, nampaknya pikiran bawah sadarku tak bisa kuajak bekerja sama dalam melupakan hal yang menyakitkan ini.

Hmm, rasanya dari tadi aku hanya mengulang-ulang tentang hal yang menyakitkan, mungkin kau merasa bingung hal apa itu. Intinya adalah sebuah kehilangan. Saat ini aku sangat takut kehilangan seseorang yang berharga bagiku, namun sepertinya aku memang telah kehilangan dia. Perlahan-lahan dia pergi melangkahkan kakinya keluar dari dunia kami, duniaku terutama. Kini sepertinya dia telah menemukan sebuah dunia baru, dunianya, yang tak bisa aku masuki, tak mungkin pula untuk kurengkuh. Dia pun perlahan-lahan melupakan kehadiranku dalam hidupnya.

Aku selama ini selalu berusaha menahannya untuk tetap berada di dunia kami, dunia yang aku dan dia kenal. Tapi semuanya percuma karena aku sadar, yang aku pegang hanya bayangnya, bukan dirinya pun jiwanya. Aku hanya mengikat raganya, bukan hatinya. Hingga dia terasa begitu jauh dari jangkauan meski aku bisa melihat wujudnya.

Aku tak tahu sebenarnya mengapa aku menahannya. Mungkin hanya untuk menghindarkan diriku dari rasa sakit akan kehilangan untuk yang kesekian kalinya. Aku berpikir, selama aku bisa mempertahankan mengapa harus kulepas? Aku berpikir, menahannya adalah tindakan terbaik yang bisa aku lakukan. Ya, terbaik. Menurut siapa? Menurut aku, pikiranku, dan egoku saja, kan. Aku tak pernah berpikir sedikitpun tentang dia dan perasaannya. Jika memang begitu, masih pantaskah aku untuk memilikinya di dekatku?

TIDAK!!

Lepaskan saja dia, hatiku berkata. Iya, aku tahu kalau aku harus melepasnya. Logikaku tahu benar akan hal itu, namun efektorku tak bekerja sesuai akal pikiran. Sampai kapan aku akan tetap begini? Terjebak dalam rasaku, dalam masa lalu. Mempertahankan sesuatu yang tak ingin dipertahankan, menanti seseorang yang tak ingin dinanti, memikirkan dia yang bahkan tak sedikitpun memikirkan aku. Mampukah aku berjalan maju? Ibarat kaki, aku telah patah dan tak mungkin mampu berjalan sesempurna dulu. Semua yang telah berubah tak bisa kembali seperti sedia kala. Semua luka yang ada, mungkin perlahan akan sembuh, namun bekasnya akan tetap ada.

Hmm.. mungkin memang harus merelakan, meski sakit, meski gila. Lebih baik melepaskan meski hatiku berdarah pun bernanah. Mungkin dengan ini, aku bisa memandang lurus ke depan, berjalan maju meski terseok, dan mampu melihat pintu bahagia lain yang mungkin terbuka untukku.

Sebuah suara berkumandang. Kuhentikan pikiranku yang keruh. Bangkit aku dari terbaringku, mengambil air wudhu, dan mengadu pada Sang Penciptaku.

Aku telah berusaha untuk merelakanmu
Melepas anganku akan mu
Bebaskan hatimu
juga Hatiku....
Bebaskan hati kita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar